1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan daftar
yang memberikan gambaran tentang keadaan keuangan dan juga merupakan hasil
akhir dari proses akuntansi dalam suatu operasi perusahaan. Laporan keuangan
menunjukan kondisi keuangan serta prestasi kegiatan yang dicapai perusahaan
yang bersangkutan dalam suatu priode tertentu. Laporan keuangan dibuat secara
priodik untuk mengetahui posisi aktiva, kewajiban dan pemilik modal pada suatu
saat, keuntungan atau kerugian yang dicapai dan arus dana dalam perusahaan.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
(2002 : 27) mengemukakan bahwa : laporan keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan-perubahan posisi keuangan (yang dapat
disajiakan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan
arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan.
Sedangkan Jumingan (2006 : 4) memberikan pengertian laporan
kuangan sebagai berikut : laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan
ringkasan data keuangan peusahaan. Laporan keuangan ini disusun dan
diatafsirkan untuk kepentingan manajemen dan pihak lain yang menaruh perhatian
atau mempunyai kepentingan dengan data keuangan perusahaan.
Laporan keuangan
yang disusun guna memberikan informasi kepada berbagai pihak terdiri atas
neraca, laporan laba rugi, laporan bagian laba yang ditahan atau laporan modal
sendiri, dan laporan perubahan posisi keuangan atau laporan sumber dan
penggunaan dana.
Dari defenisi
diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari
proses akunansi atau aktivitas ekonomi suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun
perkembangan suatu perusahaan adalah para pemilik perusahaan, manajemen
perusahaan yang bersangkuatan, para kreditur, bankers, para investor,
pemerintah dimana perusahaan tersebut berdominisil, serta pihak lainnya.
2. Jenis
- Jenis Laporan Keuangan
Secara umum perusahaan dalam
menyusun laporan keuangan tidak terfokus pada satu jenis saja. Laporan keuangan
yang disusun harus disesuaikan dengan jenis perusahaan dan kebijakan pimpinan
didalam perusahaan tersebut.
Laporan keuangan
yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
posisi keunagan (ekuitas), laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Adapun
penjelasan mengenai neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas sebagai
berikut :
a. Neraca
(Balance Sheet)
Menurut Jumingan (2006 : 13) Neraca (balance sheet) adalah suatu laporan yang
sistematis tentang aktiva (assets), utang (liabilites), dan modal sendiri (owners’ equity) dari suatu perusahaan
pada tanggal tertentu. Biasanya pada saat buku ditutup yakni akhir bulan, akhir
triwulan, atau akhir tahun.
Menurut Sundjaja (2002 : 9) Neraca merupakan
suatu pernyataan yang merefleksikan kondisi keuangan (kemampuan untuk memenuhi
kewajiban bila jatuh tempo), perusahaan pada waktu tanggal pembuatan. Hal mana
memperlihatkan komposisi dari pada pemilik perusahaan, utangnya kepada pihak
luar, dan kekayaanya pemilik.
Dari pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa
neraca adalah gambaran mengenai keadaan keuangan perusahaan pada suatu tanggal
tertentu, baisanya pada waktu tutup buku dan disusun secara sistematis sehingga
terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu aktiva (assets), hutan (liabilites)
dan moda (capital) jika disusun dalam
bentuk rumus maka dapat dilihat sebagai berikut :
Aktiva = Hutang + Modal
Adapun
pos-pos neraca adalah :
1)
Aktiva ( Assets)
IAI (2002 : 49) mengemukakan bahwa aktiva
adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh
perusahaan.
Sesuai dengan pendapat diatas
maka pada dasarnya aktiva dapat diklarifikasikan menjadi :
a) 1. Aktiva
lancar (current assets) adalah uang
kas dan aktiva lain atau sumber-sumber yang diharapkan akan direlaisasikan
menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi selama siklus usaha perusahaan
yang normal atau dalam waktu satu tahun. Contohnya : kas, surat-surat berharga,
piutang-piutang, persediaan, biaya-biaya dibayar dimuka dan sebagainya.
b) 2. Investasi
jangka panjang adalah investasi dalam surat-surat berharga atau penyetaraan
pada perusahaan-perusahaan lain yang sifatnya permanen atau jangka waktunya
lebih dari satu tahun. Contohnya : investasi jangka panjang dalam surat-surat
berharga sepeti saham, obligasi, wesel jangka panjang dan lain-lain.
c) 3. Aktiva
tetap (fixed assets) merupakan harta
kekayaan yang berwujud, yang bersifat realitif permanen. Digunakan dalam
operasi reguler lebih dari satu tahun, dibeli dengan tujuan tidak dijual
kembali. Contohnya : tanah, bangunan atau gedung, mesin-mesin, perabot dan
peralatan kantor, alat pengangkut, sumber-sumber alam dan lain-lain.
d) 4. Aktiva
tidak berwujud (intangible assets)
ialah aktiva yang berupa hak-hak yang dimiliki perusahaan. Hak-hak ini
diberikan kepada penemuannya, penciptanya, atau penerimanya. Pemilik hak ini
dapat karena menemukan sendiri atau diperbolehkan dengan jalan membeli dari
penemunya. Hak-hak ini dilindungi undang-undang. Yang termasuk aktiva tak
berwujud adalah : hak cipta, hak sewa/kontrak, hak monopoli, hak paten, merek
dagang dan goodwill.
e) 5. Beban
biaya yang ditangguhkan (deferred charges)
adalah pengeluaran-pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka
panjang, di mana pembebanannya sebagai biaya usaha berlangsung untuk beberapa
tahun atau priode. Yang termasuk biaya yang ditangguhkan ini misalnya biaya
pemasaran dan biaya penelitian.
f) 6. Aktiva
tidak lancar lainnya (other noncurrent
assets) ialah harta kekayaan perusahaan lain yang tidak termasuk pada
kelompok-kelompok akitiva tersebut sebelumnya. Misalnya uang kas pada bank
tertutup atau di negara asing, investasi lain yang tidak termasuk dalam
investasi jangak pendek maupun investasi jangka panjang.
2 2) Hutang
Hutang menurut defenisi yang
dikemukakan Munawir (2004 : 18) mengenai hutang sebagai berikut : “semua
kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi dimana
hutang ini merupakn sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari
kreditor”
Jumingan (2006 : 25)
mengemukakan bahwa hutang merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain
untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang atau jasa pada tanggal
tertentu. Berdasarkan jangka waktu pengembaliannya atau pelunasannya, hutang
dibedakan menjadi hutang jangka pendek (current
liabilites) dan hutang jangka panjang (noncurrent
liabilites).
Hutang dalam neraca dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
a)
hutang
jangka pendek merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang harus
dipenuhi dalam jangka waktu yang normal, umumnya satu tahun atau kurang
semenjak neraca disusun, atau hutang yang jatuh temponya masuk siklus akuntansi
yang sedang berjalan. Yang termasuk hutang jangka pendek adalah : hutang
dagang, wesel bayar, penghasilan yang ditangguhkan, utang deviden, hutang
pajak, kewajiban yang masih harus dipenuhi dan hutang jangka panjang yang telah
jatuh tempo.
b)
Hutang
jangka panjang merupakan kewajiban perusahaan kepada pihaklainnya yang harus
dipenuhi dalam jangka waktu melebihi satu tahun. Timbulnnya pinjaman ini
umumnya karena perusahaan memerlukan dana besar untuk membelanji perluasan
pabrik, tambahan perlengkapan, modal kerja, atau tanah, melunasi utang jangka
pendek atau utang jangka panjang lainnya. Yang termasuk hutang jangka panjang
adalah : hutang hipotik, hutang obligasi dan wesel bayar jangka panjang.
3) Modal
Modal merupakan sumber
pembelanjaan perusahaan yang berasal dari pemilik Ramadona, et al (2011 : 246). Dalam neraca
besarnya modal sendiri dihitung dengan mengurangkan keseluruhan hutang
perusahaan dari total aktiva.
Modal suatu perusahaan dapat
diperoleh dari dua sumber utama, yaitu investasi oleh para pemilik dan laba
perusahaan. Pengurangan modal terutama diakibatkan oleh pembagian kepada para
pemilik dan kerugian perusahaan. Dalam suatu perseroan terbatas, seluruh ekuitas
pemilik yang dihasilkan dari investasi penarikan, dan laba atau rugi
digambarkan dalam satu perkiraan modal. Demikian pula dalam sebuah perkongsian
(C.V atau Firma) satu perkiraan modal untuk tiap peserta melaporkan kekayaan
para peserta yang dihasilkan dari investasi, penarikan, dan laba atua rugi.
Walau pun demikian, dalam pelaporan modal perusahaan dibuat suatu pemisah
antara investasi oleh para pemilik yang disebut : a. kontribusi modal (contributed capital) atau paid-in capital dan b. rentasi (retention) harta bersih yang timbul dari
laba, disebut juga sebagai laba ditahan (retained
earnings).
b. Laporan
Laba Rugi (Profit and Loss Statement)
Menurut Sofyan S.Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas
Laporan Keuangan (2006 : 73), Laba rugi menggambarkan hasil yang diperoleh atau
diterima oleh perusahan selama satu periode tertentu, serta biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan hasil tersebut. Hasil dikurangi biaya-biaya
merupakan laba atau rugi. Kalau hasil lebih besar dari biaya berarti
laba,sebaliknya, kalau hasil lebih kecil dari biaya-biaya, berarti rugi.
Sedangkan
menurut Warren, et al (2005 : 24)
laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama priode tertentu
berdasarkan kosep penandingan atau pengaitan (matching concept). Konsep ini diterapkan dengan menandingkan atau
mengaitkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama priodeterjadinya
beban tersebut. Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap
beban-beban yang terjadi. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntugan
bersih(net income atau net profit) .
jika beban melebihi pendapatan, maka disebut rugi bersih (net loss).
Ada dua
bentuk penyusunan laporan laba rugi, yaitu :
1)
Langkah
Tunggal (Single step), dimana semua
penghasilan dari manapun sumbernya dijumlahkan menjadi satu, jumlah ini
kemudian dikurangi dengan harga pokok penjualan dan semua biaya yang terjadi
selama priode akuntansi.
2)
Langkah
berganda (multiple step), dimana
dalam bentuk ini dilakukan pengelompokan yang lebih teliti dengan prinsip yang
digunakan secara umum.
c.
Laporan Arus kas
Menurut
IAI (2002 : 22), arus kas adalah arus kas masuk dan arus kas keluar kas atau
setara kas. Sedangkan menurut Ridwan S. Sundjaya dan Inge Barlian (2002 : 61) Arus kas adalah ringkasan aliran kas untuk suatu
periode tertentu, laporan ini kadang disebut laporan sumber dan penggunaannya
operasi perusahaan, investasi, dan aliran kas pembiayaan serta menunjukkan
perubahan kas dan surat berharga selama periode tersebut”. Laporan arus
kas merupakan salah satu laporan keuangan pokok, disamping neraca, dan laporan
laba rugi. Jadi, untuk pelaporan kepada pihak di luar bank, laporan ini wajib
di buat. Para pemakai laporan ingin mengetahui bagaimana bank
menghasilkan dan menggunakan kas dan setara kas. Jika digunakan dalam kaitannya
dengan laporan keuangan yang lain, laporan arus kas dapat memberi informasi
tentang perubahan aktiva bersih bank, struktur keuangan dan kemampuan untuk
mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam menghadapi keadaan dan peluang.
Di
samping itu, arus kas dapat memberikan informasi tentang kemampuan bank dalam
menghasilkan kas dan setara kas sehingga kemungkinan para pemakai laporan
keuangan mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang
arus kas masa depan.
Tujuan
laporan arus kas adalah untuk menyediakan informasi perihal penerimaan dan
pengeluaran kas sebuah bank selama suatu periode akuntansi. Tujuan sampingannya
adalah memasok informasi tentang aktivitas-aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan selama periode akuntansi. Beberapa informasi tentang
aktivitas-aktivitas tersebut memang dapat diperoleh dengan membaca laporan
keuangan lainnya, namun dalam laporan arus kaslah terangkum segala transaksi
yang mempengaruhi kas.
Laporan
arus kas memasok informasi perihal penerimaan-penerimaan dan
pengeluaran-pengeluaran kas dari suatu entitas selama periode waktu tertentu.
Laporan ini tidaklah mengandung semua transaksi atau rekening yang tidak
tercermin dalam neraca atau laporan laba rugi. Sebaliknya, laporan arus kas
melaporkan transaksi atau kejadian-kejadian selama periode tersebut dari segi
pengaruhnya terhadap kas.
Adapun
kegunaan laporan arus kas adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan
bank meng”generate” kas, merencanakan, mengontrol arus kas dan arus keluar bank
pada masa lalu.
2) Kemungkinan
keadaan arus kas masuk dan keluar, arus kas bersih bank, termasuk kemampuan
membayar deviden masa yang akan datang.
3) Informasi
bagi investor dan kreditor untuk memproyeksikan return dari sumber kekayaan
bank.
4) Kemampuan
bank untuk memasukkan kas ke bank di masa yang akan datang.
5) Alasan
berbeda antara laba bersih dibandingkan dengan penerimaan dan pengeluaran kas.
6) Pengaruh
investasi baik kas maupun bukan kas dan transaksi lainnya terhadap posisi keuangan
bank selama satu periode tertentu.
3. Pengertian
Rasio keuangan
Rasio keuangan digunakan untuk menganalisa
dan membuat perbandingan yang bersumber dari data keuangan peusahaan yaitu
laporan keuangan. Menurut Jumingan (2006 : 118) rasio dalam analisis laporan
keuangan adalah angka yang menunjukan hubungan antara unsur dengan unsur
lainnya dalam laporan keuangan. Hubunga antara unsur-unsur laporan keuangan
tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana.
Sedangkan Menurut Harahap (2007 :
297) Mengemukakan bahwa Rasio Keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan. Secara individual rasio itu kecil
artinya, kecuali jika dibandingkan dengan suatu rasio standar yang layaknya
dijadikan dasar pembanding. Apabila tidak ada standar yang dipakai sebagai
dasar pembanding, dari penafsiran rasio-rasio suatu perusahaan, penganalisis
tidak dapat menyimpulkan apakah rasio-raiso itu menunjukan kondisi yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Dalam analisi rasio keuangan pada
dasarnya dapat dilakukan dengan empat macam cara perbandingan :
a)
Didasarkan
pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi keuangan perusahaan tahun-tahun
yang lampau.
b)
Didasarkan
pada rasio dari perusahaan lain yang menjadi pesaingnya, dipilih satu
perusahaan yang tergolong maju dan berhasil.
c)
Didasarkan
pada data laporan keuangan yang dibundgetkan (disebut goal ratio).
d)
Didasarkan
pada rasio industri, dimana perushaan yang bersangkutan masuk sebagai
anggotanya.
4. Penggunaan Rasio Keuangan
Untuk menilai prestasi dan kondisi
keuangan perusahaan, seorang analis keuangan memerlukan ukuran-ukuran tertentu.
Ukuran yang sering digunakan adalah rasio yang menunjukan hubungan antara dua
data keuangan. Analisis dan penafsiran berbagai rasio yang menunjukan hubungan
antara dua data keuangan. Analisis dan penafsiran berbagai rasio akan
memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap prestasi dan kondisi keuangan. Tetapi
dalam menggunakan rasio keuangan diperlukan suatu rasio standar atau pembanding
dalam menganalisinya.
Menurut Menurut Jumingan (2006 : 116)
analisis rasio keuangan digunakan oleh 3 kelompok utama yaitu :
a)
Manajer,
yaitu menggunakan rasio-rasio tersebut untuk menganalisis, mengendalikan dan
memperbaiki operasi perusahaan.
b)
Analisis
kredit, seperti petugas kredit bank atau analisis yang menetapkan peringkat
obligasi, yang menganalisis rasio untuk mementukan kemampuan suatu perusahan
membayar hutagnya.
c)
Analisis
sekuritas, yaitu analisis saham yang berkepentingan untuk menilai efesiensi dan
prospek pertumbuhan perusahaan dan analisis obligasi berkepentingan atas
kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pokok obligasi serta nilai
likuiditas aktiva dalam hal terjadinya kepailitan.
Walaupun
analisis rasio keuangan ini mempunyai manfaat bagi perusahaan atau menganalisa
yang sehubungan dapat memberikan informasi tentang operasi dan kendala
finansial perusahaan, namun didalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang
memerlukan kehati-hatian dalam menggunakan raiso tersebut dan penuh
pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai kinerja suatu perusahaan secara
menyeluruh.
5. Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Pada dasarnya angka-angka rasio itu dapat
dikelompokan menjadi dua golongan. Golongan yang pertama adalah angka-angka
rasio yang didasarkan pada sumber data keuangan dari mana unsur-unsur angka
rasio tersebut diperoleh, dan golongan yang kedua adalah angka-angka rasio yang
disusun berdasarkan tujuan penganalisis dalam mengevaluasi suatu perusahaan.
Meurut Jumingan (2006 : 120)
menyebutkan bahwa berdasarkan sumber datanya, dari mana rasio dibuat, maka
rasio itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
a.
Rasio-rasio
neraca (balance sheet ratios), yaitu
rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya rasio lancar (current ratio), rasio tunai (quick ratio), rasio modal sendiri dengan
total aktiva, rasio tetap dengan utang jangka panjang, dan sebagainya.
b.
Rasio-rasio
laporan laba rugi (incone statement
ratios), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasla dari laporan
perhitungan laba rugi, misalnya rasio laba bruto dengan penjualan neto, rasio
laba usaha dengan penjualan neto, operating
ratio, dan sebagainya.
c.
Rasio-rasio
antar laporan (inter-statement ratios),
yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan laporan
laba rugi, misalnya rasio penjualan neto dengan aktiva usaha, rasio penjualan
kredit dengan piutang rata-rata, rasio harga pokok penjualan dengan persediaan
rata-rata, dan sebagainya.
Ada
berbagai pendapat tentang kategori rasio berdasarkan tujuan penganalisis dalam
mengevaluasi suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangannya. Menurut Tampubolon
(2005 : 35) bahwa rasio keuangan dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu
:
a.
Rasio
likuiditas, Menunjukan tingkat kemampuan relative suatu aktiva, untuk segera
dikonversikan kedalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai serta
tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diproleh.
b.
Rasio profitabilitas,
bertujuan mungukur efesiensi aktivitas perusahaan dan kemampuan untuk
memperoleh keuntungan. Misalnya margin keuntungan (profit margin), margin Laba bruto (gross profit margin), perputaran aktiva (operating asset turnover), imbalan hasil dari investasi (return on investment), rentabilitas
modal sendiri (return on equity), dan
sebagainya.
c.
Rasio
pemilikan, berkaitan langsung atau tidak langsung dengan keuntungan dan
likuiditas. Membantu pemilik saham dengan mengevaluasi aktivitas dan kebijaksanaan
perusahaan yang berpengaruh terhadap harga saham di pasaran. Misalnya
keuntungan perlembar saham (earning per
share), nilai buku per lembar saham
(book value per share) nilai buku sendiri (capital structure ratio), rasio dividen, dan sebagainya.
Adapun Sawir (2005 : 7) membuat
kategori yang lebih banyak, yakni sebagai berikut :
a)
Rasio
likuiditas, bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.
b)
Rasio leverage, bertujuan mengukur sejauh mana
kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan dana pinjaman. Misalnya rasio
total utang dengan total aktiva (total
debt to total assets ratio), kelipatan keuntungan terhadap dalam menutup
beban bunga (time interest earned),
kemampuan keuntungan dalam menutup beban tetap (fixed charge coverage), dan sebagainya.
c)
Rasio
aktivitas, bertujuan mengukur
efektifitas perusahaan dalam mengoperasikan dana. Misalnya inventory turnover, average collection periode,
total assets turnover, dan
sebagainya.
d)
Rasio
profitabilitas, bertujuan mengukur efektifitas manajemen yang tercemin pada
imbalan hasil dari investasi melalui kegiatan penjualan. Misalnya profit margin on sales, return on total assets, return on net worth, dan sebagainya.
e)
Rasio
pertumbuhan, bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kedudukannya dalam pertumbuhan perekonomian dan industri.
f)
Rasio
valuasi, bertujuan mengukur performance
perushaan secara keseluruhan, karena rasio ini merupakan pencerminan dari rasio
resiko dan rasio imbalan hasil.
Sedangkan meurut Samryn (2001 : 329)
mengelompokan rasio keuangan kedalam empat kelompok umum yaitu :
a)
Rasio
likuiditas yaitu mengukur seberapa jauh perusahaan untuk memenuhi kewajiban
financial jangka pendeknya.
b)
Rasio leverage yaitu mengukur seberapa efektif
perusahaan dibelanjai dengan hutang.
c)
Rasio
efektifitas yaitu mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber
dayanya.
d)
Rasio
profitabilitas yaitu mengukur efektifitas meanajemen secara keseluruhan
sebagaimana ditunjukan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan investasi.
Dalam penulisan ini, penulis hanya
membahas pada analisis yang utama yaitu :
a. Rasio
Likuiditas
Menurut
rahardjo (2003 :35) rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang mengukur atau
menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar atau hutang jangka
pendek yang harus segera dipenuhi. Sedangkan menurut Darsono dan Ashari (2005 :
74) rasio Likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan bank
dalam membayar kewajiban jangka pendek. Laporan keuangan dianalisa untuk
menetapkan apakah suatu perusahaan cukup likuid pada priode berjalan dan apakah
dapat mempertahankan likuiditasnya dalam priode yang sulit. Analisa tersebut
mencakup berbagai studi mengenai hubungan harta lancar dan hutang lancar,
ukuran dan sifat kepentingan kreditur dan pemilik, perlindungan kreditur dan
pemilik dengan penilaian harta yang sehat, dan jumlah serta tren laba bersih.
Dua
rasio likuiditas jangka pendek yang sering digunakan adalah rasio lancar dan
rasio quick (acid test ratio).
1) Rasio Lancar, Merupakan Rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Rumusnya :
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Semakin
tinggi rasio ini, maka akan semakin baik posisi pemberi pinjaman karena
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastis bila terjadi
kegagalan perusahaan. Rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan
aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap
profitabilitas perusahaan karena aktiva lancar secara umum menghasilkan return
yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap. Rasio tersebut bisa
diinterprestasikan sebagai berikut: Setiap Rp 1 hutang dijamin oleh Rp xx
aktiva lancar.
2)
Acid Test Ratio, Merupakan
rasio yang digunaka untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid.
Rasio ini digunakan untuk menguji kemampuan
membayar kewajiban lancar dengan asumsi tidak ada nilai pada persediaan sama
sekali karena persediaan biasanya dianggap sebagai asset yang paling tidak
likuid. Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk
sampai menjadi kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk menjadi kas
semakin lama. Rasio tersebut bisa diinterprestasikan sebagai berikut: Setiap Rp
1 hutang dijamin oleh Rp xx aktiva lancar diluar persediaan.
b. Rasio
solvabilitas
Rasio ini disebut juga
Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya
dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini
dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh
hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi
pinjaman. Suatu perusahaan yang solvable belum tentu likuid dan
sebaliknya sebuah perusahaan yang insolvable belum tentu likuid.
1)
Total Debt To Equity Ratio (Rasio
hutang terhadap Equitas), Merupakan Perbandingan antara hutang – hutang dan
ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri,
perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya .
2)
Total
Debt To Asset ratio (Rasio Hutang terhadap
Harta)
Rasio ini merupakan
perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh
aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva
yang dibelanjai oleh hutang.
Rasio ini mengukur proporsi dari total assets
yang dibiayai oleh kreditur perusahaan. Semakin tinggi rasio tersebut berarti
semakin banyak uang kreditur yang digunakan untuk usaha menghasilkan laba
(Financial Leverage tinggi). Penggunaan financial leverage yang tinggi maka
resiko perusahaan semakin tinggi pula, tetapi ROE juga akan semakin tinggi.
Rasio tersebut bisa diinterprestasikan sebagai berikut: Setiap Rp xx hutang
perusahaan dijamin oleh Rp 1 assets perusahaan.
c.
Rasio Rentabilitas
Rasio
ini disebut juga sebagai Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan,
profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan
aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Yang termasuk dalam ratio
ini adalah :
1)
Gross
Provit Marginal (Margin Laba Kotor), Merupakan perandingan
antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat
penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah
penjualan.
Ukuran presentase dari setiap hasil sisa
penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi
rasio ini maka semakin baik karena secara relative semakin rendah harga pokok
barang yang dijual.
2) Net Profit Marginal
(Margin Laba Bersih), Rasio
ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih
pada tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio ini maka menandakan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan
tertentu.
3)
Operating Profit Margin, untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Operating profit margin mengukur persentase dari profit
yang diperoleh perusahaan dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya
bunga dan pajak. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini maka semakin baik.
4)
Return
of Asset adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total
aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai
aktiva) dikeluarkan dari analisis.
5)
Return
of Equity adalah Tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh
perusahaan untuk setiap satuan mata uang yang menjadi modal perusahaan. Dalam
pengertian ini, seberapa besar perusahaan memberikan imbal hasil tiap tahunnya
per satu mata uang yang diinvestasikan investor ke perusahaan
tersebut.